PENDAHULUAN
Arti
nikah Kristen bukanlah sesuatu yang dapat dihapalkan atau didoktrinasikan
kepada anggota jemaat.Arti nikah Kristen itu tidak sama bagi setiap manusia dan
banyak segi dari pengertian itu sendiri. Ada segi bahwa dalam hidup
perkawinan, manusia itu diselamatkan dari suatu kesepian yang tidak tertahan
maka diberikan kepada manusia itu seorang penolong ataupun seorang “teman” (Kej 2:18).
Adapun segi yang lainnya bahwa perkawinan (pernikahan), berarti manusia
mendapat kemungkinan untuk membentuk secara bertanggung jawab dalam suatu
keluarga. Ada kemungkinan untuk menerima anak-anak, yang boleh dididik dan
dibimbing kepada kedewasaan.
PELAYANAN
PASTORAL PERNIKAHAN
Adapun pengertian dari pelayanan
pastoral pernikahan tersebut antara lain:
1) Membicarakan
bersama arti pernikahan Kristen.
2) Membicarakan
bersama arti keluarga Kristen.
3) Membicarakan
bersama kebaktian pernikahan.
1) Membicarakan
bersama arti pernikahan Kristen
[1]
Beberapa psikolog, konselor pernikahan dan hamba Tuhan menyatakan bahwa pernikahan
adalah sebuah perjanjian, dan banyak orang dengan cepat menyetujuinya. Dalam
setiap perjanjian, ada persyaratan tertentu. Perjanjian tersebut di antara dua
pihak, dimana melibatkan tanggung jawab kedua pihak untuk menepati bagian
mereka sesuai dengan kesepakatan. Maka
pernikahan adalah perpaduan emosi dua
pribadi yang saling berfungsi, meskipun keduanya tetap memegang teguh jati diri
masing-masing “satu daging” (Kej 2:24).
Pernikahan Kristen berarti melibatkan lebih
dari sekadar perpaduan dua manusia. Secara khusus hadir didalamnya Pribadi
Ketiga, yakni Yesus Kristus; yang memberi makna, bimbingan dan arah pada
hubungan itu. Jika Yesus Kristus yang mengepalai suatu pernikahan, maka
pernikahan itu menjadi pernikahan Kristen.
Pandangan Alkitab tentang
pernikahan
[2]Apakah
tujuan Allah dengan pernikahan? Salah satu tujuan dasar adalah prokreasi yakni
untuk melahirkan anak-anak ke dunia. Allah menciptakan manusia, menurut gambar
dan citraNya, dan kemudian berfirman: “Beranak-cuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu..” (Kej 1:28)
Namun pernikahan lebih dari sekadar
prokreasi, memelihara dan mendidik anak. Kej 2:18-25 menegaskan bahwa
pernikahan adalah gagasan Allah dan bahwa Dia mempunyai beberapa tujuan dalam
pikiranNya. Maksud Allah merancang pernikahan antara lain:
1) Untuk
persahabatan.
Allah
mencipta manusia untuk hidup dengan orang lain, dan “orang lain” yang pertama
itu adalah wanita.
2) Untuk
kepenuhan.
Allah
mencipta wanita untuk menjadi seorang
penolong yang sepadan dengan dia.
Maka, persahabatan dan kepenuhan
yang dimaksud Allah dalam pernikahan, tumbuh dari adanya “komunikasi” di antara
dua orang yang setiap hari saling berbagi arti hidup.
- Membicarakan
bersama arti keluarga Kristen
Dalam
keluarga dibutuhkan beberapa hal antara lain[3]:.
a.
Hubungan
suami-isteri : dalam hidup perkawinan, suami merupakan
sumber kebahagiaan bagi istri, dan istri bagi suaminya. Hal itu berarti, bahwa
sesudah lama menikah pun, yaitu setelah mereka memiliki banyak anak dan tidak
muda lagi, mereka harus saling memelihara diri.
b.
Hubungan
orangtua-anak: hubungan orangtua dan anak-anak adalah
bersifat kasih dan tanggung jawab dari pihak orangtua, dan itu dijawab dengan
kasih dan ketaatan dari pihak anak-anak.
3) Membicarakan bersama kebaktian pernikahan
Terkadang terjadi diantara kedua mempelai
itu sendiri merasa sangat tegang dan gugup
dalam suatu kebaktian pernikahan yang sedang berlangsung, sehingga
mereka jarang dapat memusatkan perhatiannya kepada khotbah pernikahan. Maka,
konselor (gembala) sebaiknya meneliti tatacara kebaktian pernikahan tersebut
dari semula dengan kedua calon mempelai itu.
[4]Dan
ada baiknya, kalau kedua mempelai itu tahu persis, kapan dan apa yang akan
mereka jawab, kapan mereka harus berlutut, berdiri, mengucapkan janji nikah dan
sebagainya. Maka, suatu kebaktian pernikahan adalah suatu pesta untuk seluruh
jemaat.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MENENTUKAN KEBAHAGIAAN DALAM PERKAWINAN
1.
Kepribadian dan kedewasaan pasangan berperan
sangat penting.
2.
Adanya persiapan untuk perkawinan berperan
sangat penting.
3.
Suami-istri harus sepaham tentang soal
keluarga yang bertanggung jawab.
4.
Suami-istri hendaknya tetap saling
menarik, dan saling memperhatikan.
Di
dalam Alkitab sendiri, terdapat banyak petunjuk dan cara yang dapat digunakan
dalam pernikahan agar pernikahan tetap kokoh:
© Saling
mengasihi.
© Saling
mengampuni.
© Salingmenguatkan/
membangun.
© Saling
memahami.
© Saling
menghargai.
© Alkitab
adalah satu-satunya pedoman keluarga.
© Kesetaraan
dan bukan penaklukan.
© Jangan
meremehkan pasangan.
© Menjaga
kesantunan.
© Mendahulukan
persembahan kepada Tuhan.
[5]Berikut
adalah masalah-masalah yang dapat terjadi dalam pernikahan:
1. Komunikasi
yang tidak sehat.
2. Hubungan
dengan keluarga dan orangtua menjadi tidak hrmonis.
3. Ketegangan
hidup karena perbedaan pandangan, tugas rumah tangga, dan kebutuhan pribadi.
4. Adanya
perasaan takut ditolak, baik oleh suami maupun istri.
5. Tidak
berterus terang dan terlalu banyak berpura-pura.
6.
Adanya
perasaan bersalah kerena perbuatan masa lalu yang tercela.
7.
Padamnya hasrat seksual, disebabkan
faktor fisiologis maupun psikologis.
8.
Kesibukan.
9.
Stress dan depresi.
10.
Masalah kesehatan.
Pengertian
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan.
Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa
meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus
memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan
(seperti rumah, mobil, perabotan, atau kontrak), dna bagaimana mereka menerima
biaya, dan kewajiban merawat anak-anak mereka.[6]
Perceraian
masih juga diijinkan tapi pernikahan ulang bagi pihak pecerai tidak diijinkan.
Paulus menasihati
pasangan yang telah menikah supaya tetap mempertahankan pernikahannya, entahkah
yang satu pihak masih belum menerima Kristus (percaya) ataupun sudah. Namun
demikian, kalau pernikahan itu memang sudah tidak lagi dapat dipertahankan,
maka inilah penjelasannya :
ð Pihak
pencerai yang sudah beriman itu (note : yang menceraikan pasangannya bukan demi
alasan perzinahan) harus tetap hidup membujang atau berusaha rujuk dengan
pasangan hidupnya. è
(1 Korintus 7:10-11).
Kematian
mengakhiri Nazar yang mengikat dalam Pernikahan.
Kematian mengakhiri
kewajiban nazar pernikahan (1 Korintus 7:39).
Yesus tidak membenarkan
perceraian, Ia menyatakan bahwa pria yang menceraikan isterinya menyebabkan
mantan isteri itu dianggap sebagai berbuat zinah kalau menikah kembali, dan
pria lain mengawininya juga dianggap berbuat zinah, namun ada suatu
perkecualian, yaitu perzinahan.
“Tetapi
Aku berkata kepadamu : Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena
zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan
yang diceraikan, ia berbuat zinah” (Matius 5:32),
“Tetapi
Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah,
lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah (Matius 19:9)
Pernyataan-Nya diatas
yang mengandung kekecualian yang satu itu dapat dipahami dalam Ulangan 22:13-21
è di situ hukum
taurat menyatakan bahwa kalau seorang pria mengawini seorang wanita dan pada
malam pertama mendapati keperawanannya ternyata sudah direnggut orang lain,
maka si wanita itu harus dihukum mati dengan jalan dirajam batu. Ayat 22
è bahwa
pelanggaran terhadap nazar pernikahan itu juga dapat dihukum mati. [7]
(jadi kalau hokum taurat
itu dilaksanakan, berarti pihak yang bersalah dalam pernikahan itu mati. Kalau
tekanan yang diperhatikan, Kematian memutuskan ikatan pernikahan.)
Apa penyebab perceraian
itu terjadi ?
1.
Karena Pernikahan Usia Muda[8]
Dalam
pernikahan ini jika kalau muda berusia belasan tahun itu masih kekanak-kanakan.
Secara Emosi mereka belum dewasa, dan jauh dari siap menghadapi beraneka ragam
masalah kehidupan berumah tangga yang rumit seluk-beluknya.
2.
Karena Seks sebelum nikah.
ð Seks
sebelum menikah adalah percabulan dan melanggar hukum Allah.
ð Seks
diluar nikah setelah menikah timbulnya rasa tidak percaya, dan memulai menuduh
bahwa pasangan hidupnya berlaku tidak setia.
3.
Karena tidak mempunyai keturunan. [9]
Karena
adanya suatu permasalahan kemandulan dari Suami, atau Istri. Sehingga tidak
menghasilkan keturunan, sehingga adanya tekanan dari Mertua, atau sanak
Saudaranya. Menjadi bahan pembicaraan keluarga. è
sehingga timbul pertanyaan siapa yang akan menerusi warisanku? Ini yang
menyebabkan terjadinya perceraian.
4.
Karena Pasangan yang selingkuh.
Karena
adanya rasa pengkhianatan atau rasa sakit hati pada seorang yang
diselingkuhkannya, dan diberikan pengampunan kepada Suami, atau Istri, tetapi
Perselingkuhan terjadi kembali. Sehinga lebih baik bercerai, dan hidup tenang.
5.
Karena Penganiayaan.
Adanya
kekerasan dalam Rumah tangga, penganiayaan Fisik atau batin yang menjadi bekas
kepada pasangannya sehingga pasangan ingin bercerai, karena tidak tahan dan
berpikir lebih baik bercerai dan tidak menikah lagi. (Hal ini biasa terjadi pada
Isteri).
6.
Karena Dia pergi begitu saja.
Tidak
mengetahui pergi kemana Pasangan hidupnya, apakah masi Hidup, atau Mati? Apakah
sudah menikah lagi? Sehingga bingung terhadap statusnya seorang janda, atau
isteri seorang. Dari pada mati tua, dan sia-sia menunggu sesuatu tidak jelas,
dan mengambil keputusan untuk bercerai.
7.
Karena Dia tidak mencintaiku.
Tidak
terpenuhinya kebutuhan batin (sex), Karena Sang istri seorang Perempuan Karier,
atau sang Suami Pembisnis. Sehingga seringkali lebih memikirkan perkerjaan dari
pada kebutuhan batin dalam pasangannya.
Melayani
orang-orang yang bercerai
Sebelum kita masuk
dalam proses Konseling, kita perlu hati-hati terhadap beberapa langkah dan
prosedur hukum dalam perceraian, dan kita (jika perlu) mempunyai pengacara
Kristen yang mampu, dan jujur yang kepadanya anda dapat merujuk orang-orang
yang menghubungi anda. Jangan berusaha menjawab pertanyaan yang menyangkut
hokum, tetapi doronglah orang untuk mencari pertolongan kepada seorang
pengacara. [10]
Dalam hal ini ada
petunjuk untuk penyelesaian konflik, petunjuk itu adalah[11]
:
1.
Penyelesaian konflik diawali dengan Persiapan hati. Sebelum mendekati
seseorang, Anda harus mempersiapkan hati.
2.
Komunikasi
terbuka. Ungkapan pemikiran, dan perasaan Anda secara jujur
mengenai masalah tersebut.
3.
Kita perlu memperhatikan dan mencari ada seberapa banyak perasaan dendam dan
benci pada orang itu. Itulah hal pokok yang harus kita ketahui. Kemarahan
karena perasaan terluka dan penolakan itu merupakan hal yang wajar , tetapi ada
waktunya hal itu harus diselesaikan.
4.
Kemudian buat Keputusan yang jelas. Rencanakan jenis tindakan yang harus
dilakukan agar situasi menjadi baik.
5.
Masuki tahap terpenting yaitu, Mengampuni. Pengampunan mengawali proses
penyembuhan, dan penyelesaian konflik yang benar.
6.
Dan akhirnya membutuhkan Kepercayaan untuk mengakhiri konflik.
Berhenti pada tahap mengampuni tidak menyelesaikan masalah, terutama jika
masalah yang ada merupakan kasus besar, dan berulang kali terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA :
-
Wikipedia
bahasa Indonesia, (Perceraian).
-
H.Norman
Wright, Membantu orang dalam Krisis dan Stres. Penerbit Yayasan Gloria
Yogyakarta
-
Dr.Gary
Rosberg, Choosing to Love Again. Penerbit Andi
-
Gordon
Lindsay, (Pernikahan, perceraian, dan pernikahan ulang). Penerbit IMMANUEL
-
Ir.Jarot
Wijanarko, Perceraian Aku mau menikah lagi. Penerbit Suara Pemulihan 2007
-
H.
Norman Wright. Komunikasi –Kunci Pernikahan Bahagia. Penerbit Yayasan Gloria
Yogyakarta
-
DR.
M.Bons-Storm. Apakah Penggembalaan Itu? PT BPK.Gunung Mulia.
-
Ferdinand
Edu, M.Th. Pastoral Konseling- penerbit STT-Bethel Indonesia 2010
[1]
H. Norman Wright. Komunikasi –Kunci Pernikahan Bahagia. Penerbit Yayasan Gloria
Yogyakarta: hal.20-22
[2]
Ibid.hal.24
[3]
DR. M.Bons-Storm. Apakah Penggembalaan Itu? PT BPK.Gunung Mulia. Hal 164-168
[4]
Ibid hal.169-151
[5]
Ferdinand Edu, M.Th. Pastoral Konseling- penerbit STT-Bethel Indonesia 2010-hal
97-99
[6]
Wikipedia bahasa Indonesia, (Perceraian).
[7]
Gordon Lindsay, (Pernikahan, perceraian, dan pernikahan ulang) hlm 15-16
[8]
Gordon Lindsay, (Pernikahan, perceraian, dan pernikahan ulang) hal 25-26.
[9]
Ir.Jarot Wijanarko, Perceraian Aku mau menikah lagi, hlm 8-18
[10]
H.Norman Wright, Membantu orang dalam Krisis dan Stres, hlm 187
[11]
Dr.Gary Rosberg, Choosing to Love Again, hlm 9